WASHINGTON - Sumber Intelijen Amerika Serikat dalam laporannya menyebutkan, Islamic State (IS) kini memiliki 25.000 pasukan di Irak dan Suriah, menurun sekitar 20 persen dari perkiraan intelijen Amerika Serikat sebelumnya yang mencapai 31.000 tentara.
Menurut Juru Bicara Gedung Putih, Josh Earnest, penurunan ini disebabkan beberapa faktor. "Termasuk, banyaknya tentara mereka yang tewas dan membelot."
Earnest mengatakan, menurunnya jumlah itu bukan berarti kewaspadaan terhadap IS diturunkan. Dia bahkan menyebut IS tetap akan menjadi ancaman.
"Menurunnya jumlah dapat diartikan mereka akan melanjutkan ancaman secara substantif," sebut Earnest seperti dikutip dari Reuters, Jumat (5/2/2016).
Earnest menyebut penurunan jumlah ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik. Oleh sebab itu, dia mendorong agar negara-negara di dunia bergandeng tangan agar pasukan IS tidak kembali bertambah.
"ISIS sekarang mengalami kesulitan lebih banyak daripada sebelumnya dan kami sudah mengetahui sejak lama pentingnya komunitas internasional untuk bekerja sama mengentikan gelombang militan asing ke kawasan tersebut," tutur Earnest.
Kendati demikian, menurut juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Emily Horne, salah satu alasan penurunan jumlah militan ISIS juga karena kesulitan para calon anggota asing untuk mencapai markas kelompok tersebut.
Laporan intelijen ini tak menjelaskan afiliasi ISIS di Asia Tenggara dan bagian Timur Tengah lain hingga Afrika Utara, wilayah yang diperkirakan menjadi daerah perluasan Libya.
Kekuatan ISIS di kawasan Libya juga masih simpang siur. Beberapa pihak Kementerian Pertahanan AS mengatakan jumlah militan di daerah tersebut sekitar 3.000, sementara perkiraan pejabat lain mencapai 5.000-6.000.
JOIN