TRENDING TOPIC #PARIS ATTACK #USA vs RUSSIA #MOST VIDEO
Follow

atjehcyber thumbkanan

rental mobil di aceh, rental mobil aceh, jasa rental mobil aceh, sewa mobil di aceh, rental mobil banda aceh, sewa mobil di banda aceh

atjehcyber stick

Prancis gunakan UU Darurat untuk Menindas 6,2 Juta Muslim di Perancis

Thursday, February 04, 2016 18:40 WIB

Dibaca:   kali

atjehcyber, atjeh cyber, atjeh news, atjeh media, atjeh online, atjeh warrior, acehcyber, aceh cyber, aceh warrior, aceh cyber online, atjeh cyber warrior



Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International (AI) mengatakan Prancis menggunakan undang-undang darurat untuk menindas 6,2 juta Muslim di sekujur Perancis.

Dalam laporan terpisah yang dipublikasikan Rabu (3/2), HRW dan AI mengatakan aparat keamanan Prancis melakukan penggrebekan kasar dan penangkapan diskriminatif, dengan sasaran Muslim semua usia, dan mengarah ke pelanggaran HAM.

Polisi, demikian menurut HRW dan AI, menggedor rumah-rumah dan restoran milik Muslim, masjid, memecahkan barang, melempar kitab suci Al Quran ke lantai, dan lainnya.

Anak-anak keluarga Muslim ketakutan, dan berlindung di balik tubuh orang tua mereka. Ada yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan, dan menderita secara fisik.

Polisi Prancis mulai melakukan penggrebekan sejak 14 November 2015, atau sehari setelah Serangan Paris yang menewaskan 130 orang. IS mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Klaim IS memicu serangan balasan di sekujur Prancis dan sekujur Eropa. Umat Islam secara kolektif menjadi terpidana.

Prancis adalah rumah bagi 6,2 juta Muslim, atau 7,6 persen dari seluruh populasi, dan minoritas terbesar di Eropa.

Menurut HRW antara 350 sampai 400 Muslim dikenakan tahanan rumah. Padahal, unit kontraterorisme di Kejaksaan Paris hanya membuka lima investigasi.

"Prancis memiliki tanggung jawab untuk memastikan keselamatan publik, dan mencoba mencegah serangan," ujar Izza Leghtas, peneliti HRW, seperti dikutip Al Jazeera.

"Namun, polisi Prancis menggunakan UU Darurat untuk menindas. Itu tidak bisa dibenarkan," lanjutnya.

Penindasan, masih menurut Leghtas, menyebabkan trauma keluarga dan reputasi ternoda.

Lebih 60 Muslim yang diwawancarai AI mengatakan polisi menggunakan kekerasan secara berlebihan, dan menindak keras tanpa penjelasan.

Januri 2015, HRW mewawancarai 18 orang, dan seluruhnya mengaku diperlakukan kasar dan dikenakan tahanan rumah.

Dalam satu razia, demikain menurut HRW, polisi merontokan gigi seorang pria cacat. Penganiayaan terhenti setelah polisi tahu pria itu bukan yang mereka cari.

Dalam kasus lain, seorang single mother dipsiahkan dari anak-anaknya. Di wilayah Rhone-Alpes, seorang wanita menjadi sasaran pencarian dan kehilangan pekerjaan.

"Saya dipecat karena polisi mendatangi rumah saya," kata wanita itu. "Padahal, saya telah bekerja 12 tahun dan tidak ada masalah dengan semua yang dituduhkan polisi."

Dalam kasus lain, AI melaporkan, polisi menggedor pintu rumah seorang pria tua yang mengidap penyakit jantung. Pria itu jatuh tak sadarkan diri.

Pria itu dilarikan ke rumah sakit, dan putrinya -- salah satunya penyadang disabilitas -- diborgol dan berteriak kepada petugas.

Leghtas mengatakan; "Liberte, fraternite, dan egalite -- simbol revolusi Prancis yang masih didengungkan -- rusak parah hanya beberapa hari setelah Serangan Paris 13 November." */inilah
KOMENTAR
DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.
Artikel Pilihan Pembaca :

mobile=show

Copyright © 2015 ATJEHCYBER — All Rights Reserved